watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

RASANYA NGENTOT DIBIS KOTA
<

awalnya hanyalah ketidak sengajaan
dimana aku sedang naik bis kota dan mendapat
kenalan yang searah dan 1 bus, akrab punya
akrab timbulah nafsu birahiku dan akhirnya kami
lepas nafsu tersebut disebuah hotel di Jakarta
bulan agustus 2011 lalu.
Aku (sebut saja Rian), umur hanpir 40 tahun,
postur tubuh biasa saja, seperti rata-rata orang
Indonesia, tinggi 168 cm, berat 58 kg, wajah
lumayan (kata ibuku), kulit agak kuning, seorang
suami dan bapak satu anak kelas satu Sekolah
Dasar. Selamat mengikuti pengalamanku.
Cerita bergairah yang aku paparkan berikut ini
terjadi hari Senin. Hari itu aku berangkat kerja naik
bis kota (kadang-kadang aku bawa mobil sendiri).
Seperti hari Senin pada umumnya bis kota terasa
sulit. Entah karena armada bis yang berkurang,
atau karena setiap Senin orang jarang membolos
dan berangkat serentak pagi-pagi. Setelah hampir
satu jam berlari ke sana ke mari, akhirnya aku
mendapatkan bis.
Dengan nafas ngos-ngosan dan mata kesana
kemari, akhirnya aku mendapat tempat duduk di
bangku dua yang sudah terisi seorang wanita.
Kuhempaskan pantat dan kubuang nafas
pertanda kelegaanku mendapatkan tempat duduk,
setelah sebelumnya aku menganggukkan kepala
pada teman dudukku. Karena lalu lintas macet
dan aku lupa tidak membawa bacaan, untuk
mengisi waktu dari pada bengong, aku ingin
menegur wanita di sebelahku, tapi keberanianku
tidak cukup dan kesempatan belum ada, karena
dia lebih banyak melihat ke luar jendela atau
sesekali menunduk.
Tiba-tiba ia menoleh ke arahku sambil melirik jam
tangannya.
“Mmacet sekali ya?” katanya yang tentu ditujukan
kepadaku.
“Biasa Mbak, setiap Senin begini. Mau kemana?”
sambutku sekaligus membuka percakapan.
“Oh ya. Saya dari Cikampek, habis bermalam di
rumah orang tua dan mau pulang ke Pondok
Indah,” jawabnya.
Belum sempat aku buka mulut, ia sudah
melanjutkan pembicaraan,
“Kerja dimana Mas?”
“Daerah Sudirman,” jawabku.
Obrolan terus berlanjut sambil sesekali aku
perhatikan wajahnya. Bibirnya tipis, pipinya halus,
dan rambutnya berombak. Sedikit ke bawah,
dadanya tampak menonjol, kenyal menantang.
Aku menelan ludah. Kuperhatikan jarinya yang
sedang memegang tempat duduk di depan kami,
lentik, bersih terawat dan tidak ada yang dibiarkan
tumbuh panjang. Dari obrolannya keketahui ia
(sebut saja Mamah) seorang wanita yang kawin
muda dengan seorang duda beranak tiga dimana
anak pertamanya umurnya hanya dua tahun
lebih muda darinya. Masa remajanya tidak
sempat pacaran. Karena waktu masih sekolah
tidak boleh pacaran, dan setelah lulus dipaksa
kawin dengan seorang duda oleh orang tuanya.
Sambil bercerita, kadang berbisik ke telingaku
yang otomatis dadanya yang keras meneyentuh
lengan kiriku dan di dadaku terasa seer! Sesekali ia
memegangi lenganku sambil terus cerita tentang
dirinya dan keluarganya. “Pacaran asyik ya Mas?”
tanyanya sambil memandangiku dan
mempererat genggaman ke lenganku. Lalu,
karena genggaman dan gesekan gunung kembar
di lengan kiriku, otakku mulai berpikiran jorok.
“Kepingin ya?” jawabku berbisik sambil
mendekatkan mulutku ke telinganya. Ia tidak
menjawab, tapi mencubit pahaku.
Tanpa terasa bis sudah memasuki terminal Blok
M, berarti kantorku sudah terlewatkan. Kami
turun. Aku bawakan tasnya yang berisi pakaian
menuju kafetaria untuk minum dan meneruskan
obrolan yang terputus. Kami memesan teh botol
dan nasi goreng. Kebetulan aku belum sarapan
dan lapar. Sambil menikmati nasi goreng hangat
dan telor matasapi, akhirnya kami sepakat
mencari hotel. Setelah menelepon kantor untuk
minta cuti sehari, kami berangkat.
Sesampai di kamar hotel, aku langsung mengunci
pintu dan menutup rapat kain horden jendela.
Kupastikan tak terlihat siapapun. Lalu kulepas
sepatu dan menghempaskan badan di kasur
yang empuk. Kulihat si Mamah tak tampak, ia di
kamar mandi. Kupandangi langit-langit kamar,
dadaku berdetak lebih kencang, pikiranku
melayang jauh tak karuan. Senang, takut (kalau-
kalau ada yang lihat) terus berganti. Tiba-tiba
terdengar suara tanda kamar mandi dibuka.
Mamah keluar, sudah tanpa blaser dan
sepatunya. Kini tampak di hadapanku
pemandangan yang menggetarkan jiwaku.
Hanya memakai baju putih tipis tanpa lengan.
Tampak jelas di dalamnya BH hitam yang tak
mampu menampung isinya, sehingga dua
gundukan besar dan kenyal itu membentuk
lipatan di tengahnya. Aku hanya bisa
memandangi, menarik nafas serta menelan
ludah.
Mungkin ia tahu kalau aku terpesona dengan
gunung gemburnya. Ia lalu mendekat ke ranjang,
melatakkan kedua tangannya ke kasur,
mendekatkan mukanya ke mukaku, “Mas..”
katanya tanpa melanjutkan kata-katanya, ia
merebahkan badan di bantal yang sudah
kusiapkan. Aku yang sudah menahan nafsu sejak
tadi, langsung mendekatkan bibirku ke bibirnya.
Kami larut dalam lumat-lumatan bibir dan lidah
tanpa henti. Kadang berguling, sehingga posisi
kami bergantian atas-bawah. Kudekap erat dan
kuelus punggungnya terasa halus dan harum.
Posisi ini kami hentikan atas inisiatifku, karena aku
tidak terbiasa ciuman lama seperti ini tanpa
dilepas sekalipun. Tampak ia nafsu sekali. Aku
melepas bajuku, takut kusut atau terkena lipstik.
Kini aku hanya memakai CD. Ia tampak bengong
memandangi CD-ku yang menonjol. “Lepas aja
bajumu, nanti kusut,” kataku. “Malu ah..” katanya.
“Kan nggak ada yang lihat. Cuma kita berdua,”
kataku sambil meraih kancing paling atas di
punggungnya. Dia menutup dada dengan kedua
tangannya tapi membiarkan aku membuka
semua kancing. Kulempar bajunya ke atas meja
di dekat ranjang. Kini tinggal BH dan celana
panjang yang dia kenakan. Karena malu, akhirnya
dia mendekapku erat-erat. Dadaku terasa penuh
dan empuk oleh susunya, nafsuku naik lagi satu
tingkat, “burung”-ku tambah mengencang.
Dalam posisi begini, aku cium dan jilati leher dan
bagian kuping yang tepat di depan bibirku. “Ach..
uh..” hanya itu yang keluar dari mulutnya. Mulai
terangsang, pikirku. Setelah puas dengan leher
dan kuping kanannya, kepalanya kuangkat dan
kupindahkan ke dada kiriku. Kuulangi gerakan jilat
leher dan pangkal kuping kirinya, persis yang
kulakukan tadi. Kini erangannya semakin sering
dan keras. “Mas.. Mas.. geli Mas, enak Mas..”
Sambil membelai rambutnya yang sebahu dan
harum, kuteruskan elusanku ke bawah, ke tali BH
hingga ke pantatnya yang bahenol, naik-turun.
Selanjutnya gerilyaku pindah ke leher depan.
Kupandangi lipatan dua gunung yang
menggumpal di dadanya. Sengaja aku belum
melepas BH, karena aku sangat menikmati wanita
yang ber-BH hitam, apalagi susunya besar dan
keras seperti ini. Jilatanku kini sampai di lipatan
susu itu dan lidahku menguas-nguas di situ
sambil sesekali aku gigit lembut. Kudengar ia
terus melenguh keenakan. Kini tanganku meraih
tali BH, saatnya kulepas, ia mengeluh, “Mas..
jangan, aku malu, soalnya susuku kegedean,”
sambil kedua tangannya menahan BH yang
talinya sudah kelepas. “Coba aku lihat sayang..”
Kataku memindahkan kedua tangannya sehingga
BH jatuh, dan mataku terpana melihat susu yang
kencang dan besar. “Mah.. susumu bagus sekali,
aku sukaa banget,” pujiku sambil mengelus susu
besar menantang itu. Putingnya hitam-
kemerahan, sudah keras.
Kini aku bisa memainkan gunung kembar
sesukaku. Kujilat, kupilin putingnya, kugigit, lalu
kugesek-gesek dengan kumisku, Mamah
kelojotan, merem melek, “Uh.. uh.. ahh..” Setelah
puas di daerah dada, kini tanganku kuturunkan di
daerah selangkangan, sementara mulut masih
agresif di sana. Kuusap perlahan dari dengkul lalu
naik. Kuulangani beberapa kali, Mamah terus
mengaduh sambil membuka tutup pahanya.
Kadang menjepit tangan nakalku. Semua ini
kulakukan tahap demi tahap dengan perlahan.
Pertimbanganku, aku akan kasih servis yang tidak
terburu-buru, benar-benar kunikmati dengan
tujuan agar Mamah punya kesan berbeda dengan
yang pernah dialaminya. Kuplorotkan celananya.
Mamah sudah telanjang bulat, kedua pahanya
dirapatkan. Ekspresi spontan karena malu.
Kupikir dia sama saja denganku, pengalaman
pertama dengan orang lain. Aku semakin
bernafsu. Berarti di hadapanku bukan perempuan
nakal apalagi profesional. Kini jari tengahku mulai
mengelus perlahan, turun-naik di bibir vaginanya.
Perlahan dan mengambang. Kurasakan di sana
sudah mulai basah meski belum becek sekali.
Ketika jari tengahku mulai masuk, Mamah
mengaduh, “Mas.. Mas.. geli.. enak.. terus..!”
Kuraih tangan Mamah ke arah selangkanganku
(ini kulakukan karena dia agak pasif. Mungkin
terbiasa dengan suami hanya melakukan apa
yang diperintahkan saja). “Mas.. keras amat..
Gede amat?” katanya dengan nada manja setelah
meraba burungku. “Mas.. Mamah udah nggak
tahan nikh, masukin ya..?” pintanya setengah
memaksa, karena kini batangku sudah dalam
genggamannya dan dia menariknya ke arah
vagina. Aku bangkit berdiri dengan dengkul di
kasur, sementara Mamah sudah dalam posisi siap
tembak, terlentang dan mengangkang.
Kupandangi susunya keras tegak menantang.
Ketika kurapatkan “senjataku” ke vaginanya, reflek
tangan kirinya menangkap dan kedua kakinya
diangkat. “Mas.. pelan-pelan ya..” Sambil
memejamkan mata, dibimbingnya burungku
masuk ke sarang kenikmatan yang baru saja
dikenal. Meski sudah basah, tidak juga langsung
bisa amblas masuk. Terasa sempit. Perlahan
kumasukkan ujungnya, lalu kutarik lagi. Ini
kuulangi hingga empat kali baru bisa masuk
ujungnya. “Sret.. sret..” Mamah mengaduh, “Uh..
pelan Mas.. sakit..” Kutarik mundur sedikit lagi,
kumasukkan lebih dalam, akhirnya.. “Bles.. bles..”
barangku masuk semua. Mamah langsung
mendekapku erat-erat sambil berbisik, “Mas..
enak, Mas enak.. enak sekali.. kamu sekarang
suamiku..” Begitu berulang-ulang sambil
menggoyangkan pinggul, tanpa kumengerti apa
maksud kata “suami”.
Mamah tiba-tiba badannya mengejang, kulihat
matanya putih, “Aduuh.. Mas.. aku.. enak..
keluaar..” tangannya mencengkeram rambutku.
Aku hentikan sementara tarik-tusukku dan
kurasakan pijatan otot vaginanya mengurut
ujung burungku, sementara kuperhatikan Mamah
merasakan hal yang sama, bahkan tampak
seperti orang menggigil. Setelah nafasnya tampak
tenang, kucabut burungku dari vaginanya,
kuambil celana dalamnya yang ada di sisi
ranjang, kulap burungku, juga bibir vaginanya.
Lantas kutancapkan lagi. Kembali kuulangi
kenikmatan tusuk-tarik, kadang aku agak
meninggikan posisiku sehingga burungku
menggesek-gesek dinding atas vaginanya.
Gesekan seperti ini membuat sensasi tersendiri
buat Mamah, mungkin senggamanya selama ini
tak menyentuh bagian ini. Setiap kali gerakan ini
kulakukan, dia langsung teriak, “Enak.. terus, enak
terus.. terus..” begitu sambil tangannya
mencengkeram bantal dan memejamkan mata.
“Aduuhm Mas.. Mamah keluar lagi niikh..”
teriaknya yang kusambut dengan mempercepat
kocokanku.
Tampak dia sangat puas dan aku merasa perkasa.
Memang begitu adanya. Karena kalau di rumah,
dengan istri aku tidak seperkasa ini, padahal aku
tidak pakai obat atau jamu kuat. Kurasakan ada
sesuatu yang luar biasa. Kulirik jam tanganku,
hampir satu jam aku lakukan adegan ranjang ini.
Akhirnya aku putuskan untuk terus mempercepat
kocokanku agar ronde satu ini segera berakhir.
Tekan, tarik, posisi pantatku kadang naik kadang
turun dengan tujuan agar semua dinding
vaginanya tersentung barangku yang masih
keras. Kepala penisku terasa senut-senut,
“Mah.. aku mau keluar nikh..” kataku.
“He.. eeh.. terus.. Mas, aduuh.. gila.. Mamah
juga.. Mas.. terus.. terus..”
“Crot.. crot..” maniku menyemprot beberapa kali,
terasa penuh vaginanya dengan maniku dan
cairannya. Kami akhiri ronde pertama ini dengan
klimaks bareng dan kenikmatan yang belum
pernah kurasakan. Satu untukku dan tiga untuk
Mamah.
Setelah bersih-bersih badan, istirahat sebentar,
minum kopi, dan makan makanan ringan sambil
ngobrol tentang keluarganya lebih jauh. Mamah
semakin manja dan tampak lebih rileks.
Merebahkan kepalanya di pundakku, dan tentu
saja gunung kembarnya menyentuh badanku
dan tangannya mengusap-usap pahaku akhirnya
burungku bangun lagi. Kesempatan ini
dipergunakan dengan Mamah. Dia menurunkan
kepalanya, dari dadaku, perut, dan akhirnya
burungku yang sudah tegang dijilatinya dengan
rakus. “Enak Mas.. asin gimana gitu. Aku baru
sekali ini ngrasain begini,” katanya terus terang.
Tampak jelas ia sangat bernafsu, karena nafasnya
sudah tidak beraturan. “Ah..” lenguhnya sambil
melepas isapannya. Lalu menegakkan badan,
berdiri dengan dengkul sebagai tumpuan. Tiba-
tiba kepalaku yang sedang menyandar di sisi
ranjang direbahkan hingga melitang, lalu Mamah
mengangkangiku.
Posisi menjadi dia persis di atas badanku. Aku
terlentang dan dia jongkok di atas perutku.
Burungku tegak berdiri tepat di bawah
selangkangannya. Dengan memejamkan mata,
“Mas.. Mamah gak tahaan..” Digenggamnya
burungku dengan tangan kirinya, lalu dia
menurunkan pantatnya. Kini ujung kemaluanku
sudah menyentuh bibir vaginanya. Perlahan dan
akhirnya masuk. Dengan posisi ini kurasakan,
benar-benar kurasakan kalau barang Mamah
masih sempit. Vagina terasa penuh dan terasa
gesekan dindingnya. Mungkin karena lendir
vaginanya tidak terlalu banyak, aku makin
menikmati ronde kedua ini. “Aduuh.. Mas, enak
sekali Mas. Aku nggak pernah sepuas ini. Aduuh..
kita suami istri kan?” lalu.. “Aduuh.. Mamah enak
Mas.. mau keluar nikh.. aduuh..” katanya sambil
meraih tanganku diarahkan ke susunya. Kuelus,
lalu kuremas dan kuremas lagi semakin cepat
mengikuti, gerakan naik turun pantatnya yang
semakin cepat pula menuju orgasme.
Akhirnya Mamah menjerit lagi pertanda klimaks
telah dicapai. Dengan posisi aku di bawah, aku
lebih santai, jadi tidak terpancing untuk cepat
klimaks. Sedangkan Mamah sebaliknya, dia
leluasa menggerakkan pantat sesuai
keinginannya. Adegan aku di bawah ini
berlangsung kurang lebih 30 menit. Dan dalam
waktu itu Mamah sempat klimaks dua kali.
Sebagai penutup, setelah klimaks dua kali dan
tampak kelelahan dengan keringat sekujur
tubuhnya, lalu aku rebahkan dia dengan
mencopot burungku. Setelah kami masing-
masing melap “barang”, kumasukkan senjataku
ke liang kenikmatannya. Posisinya aku berdiri di
samping ranjang. Pantatnya persis di bibir
ranjang dan kedua kakinya di pundakku. Aku
sudah siap memulai acara penutupan ronde
kedua. Kumulai dengan memasukkan burungku
secara perlahan. “Uuh..” hanya itu suara yang
kudengar. Kumaju-mundurkan, cabut-tekan,
burungku. Makin lama makin cepat, lalu perlahan
lagi sambil aku ambil nafas, lalu cepat lagi. Begitu
naik-turun, diikuti suara Mamah, “Hgh.. hgh.. ”
seirama dengan pompaanku.
Setiap kali aku tekan mulutnya berbunyi, “Uhgh..”
Lama-lama kepala batanganku terasa berdenyut.
“Mah.. aku mau keluar nikh..”
“Yah.. pompa lagi.. cepat lagi.. Mamah juga Mas..
Kita bareng ya.. ya.. terus..” Dan akhirnya jeritan..
“Aaauh..” menandai klimaksnya, dan kubalas
dengan genjotan penutup yang lebih kuat
merapat di bibir vagina, “Crot.. crott..” Aku rebah
di atas badannya. Adegan ronde ketiga ini
kuulangi sekali lagi. Persis seperti ronde kedua
tadi.
Pembaca, ini adalah pengalaman yang luar biasa
buat saya. Luar biasa karena sebelumnya aku tak
pernah merasakan sensasi se-luar biasa dan
senikmat ini. Setelah itu kami tidak pernah
bertemu lagi, meski aku tahu alamatnya. Kejadian
ini membuktikan, seperti yang pernah kubaca,
bahwa selingkuh yang paling nikmat dan akan
membawa kesan mendalam adalah yang
dilakukan sekali saja dengan orang yang sama.
Jangan ulangi lagi (dengan orang yang sama),
sensasinya atau getarannya akan berkurang. Aku
kadang merindukan saat-saat seperti ini.
Selingkuh yang aman seperti ini. Aku pengin
lagi mengukir cerita ngentot di bis, pengin juga
sih nyobain ngewe di dalam becak, kalo bisa sih ,
wakakaka.


Adult | GO HOME | Exit
1/7563
U-ON

inc Powered by Xtgem.com